Mayoritas dari masyarakat Indonesia masih menganggap bahwa beda itu merupakan hal yang dianggap tabu atau malahan buruk. Entah apapun itu bentuknya.
Seperti yang mau saya ungkapkan sebagai bagi – bagi pengalaman bagi para pembaca.
Saya adalah seorang cewek yang masih terbilang bau kencur. Untuk saya, jatuh cinta itu sudah lazim terjadi dalam hati. Baik model jatuh cinta yang berlanjut ke jenjang pacaran maupun model jatuh cinta yang hanya sekedar seneng – seneng cari pengalaman atau dalam bahasa anak muda zaman sekarang, HTS atawa Hubungan Tanpa Status.
Awalnya saya terkadang begitu percaya dirinya bahwa salah satu kriteria cowok yang bisa jadi pacar saya adalah yang sama agamanya dengan saya. Satu demi satu pengalaman terus berlanjut, kalau ada cowok yang suka walaupun secakep apa tapi kalau beda agama tetap aja saya tolak. Prinsip saya, mending korbanin perasaan untuk cari aman dari pandangan masyarakat daripada harus bersusah payah mengalah pada hati dan melawan arus pandangan masyarakat yang terlalu chauvinis.Hal itu pun terus berlangsung sampai – sampai saya selalu menasehati teman - teman saya untuk cari aman aja deh pacaran dengan cowok yang seagama dengan kita.
Entah gimana awalnya, prinsip saya itu diuji. Waktu masuk ke atmosfer baru dari lingkungan berseragam putih abu – abu ke baju bebas saya benar – benar dihadapkan pada banyak pilihan di depan mata. Awalnya, saya bertekad untuk ngga pacaran dulu dan memilih berkonsen untuk beradaptasi dalam lingkungan baru ini. Tapi entah gimana, tiba – tiba ada seorang cowok dari sekian cowok lainnya maju dengan segala kenekatannya mencoba mengajukan “proposal” untuk masuk dalam kandidat pacar dan mengenal saya lebih dekat. Dan awalnya juga, ya saya mencoba welcome. Tapi setelah tahu bahwa cowok itu beda dengan saya, seperti biasa saya langsung memberi label bahwa sebisa mungkin saya menolak proposalnya secara halus.
Ternyata di luar dugaan saya, si cowok ini lebih keukeh dibanding yang saya perkirain. Tanpa mencolok, dia mencoba meyakinkan saya bahwa beda ngga jadi masalah kok dalam memulai suatu hubungan. Selain itu, cowok itu juga nunjukin usahanya yang keras untuk ngedapetin hati saya.Dan entah gimana, mata saya mulai terbuka. Memang untuk membuat suatu keputusan sulit banget, apalagi kalau kita tahu yang menjadi pilihan kita adalah hal yang bakal ditentang oleh masyarakat.
Pasti kamu – kamu semua bisa bayangin gimana kalutnya perasaan hati ini harus ingkarin prinsip yang dulu pernah digembar – gemborkan ke orang – orang bahwa walaupun ngga ekstrim saya juga setuju dengan pandangan masyarakat yang chauvinis.
Waktu hati saya dalam kekalutan yang mendalam, kakak saya dengan tenangnya menyingkapi masalah ini dengan sedikit kata tapi dalem menurut saya, “ Dari dulu ampe sekarang loe slalu cari aman dengan ngikutin pandangan orang. Kalau emang suka dan sesuai dengan perasaan loe, kenapa ngga.”
Sumpah deh, waktu denger kalimat itu rasanya prinsip saya langsung runtuh seketika aja loh... di benak saya langsung tergambar gimana kerasnya usaha cowok itu buat ngeluluhin hati saya. Tapi saya damn begitu aja karena dia BEDA!
Makin lama saya pikirin, makin sadar saya bahwa selama ini saya kurang adil.
Emang saya tahu ini sulit banget. Tapi mungkin satu hal yang temen – temen semua bisa renungin di rumah. Dalam suatu hubungan emang kita harus pikir mateng – mateng semuanya. Tapi apakah cukup adil dengan membunuh perasaan kita sendiri, apalagi perasaan orang lain karena di beda sama kita. Sampai kapan kita mau terus terkurung dalam pandangan masyarakat dan bersikap tidak dewasa dengan tidak mau mengakui bahwa kita semua sama - sama ciptaan Tuhan yang dibedain dengan identitas dan hal - hal artificial lainnya.
Coba bayangin kalau aja Tuhan menciptakan semua manusia itu sama....
Dalam perbedaan kita malahan akan jadi kaya dan tambah wawasan. Dengan berani memutusakan bahwa kita bergaul dengan orang lain, itu berarti mengandung konsekuensi bahwa kita juga akan berani menerima orang lain apa adanya secara utuh, bukan dari identitasnya saja. Kalau memang orang itu sesuai dengan perasaan kita dan bisa terima kita apa adanya, kenapa ngga...??
No comments:
Post a Comment