Tuesday, November 08, 2011

Menanam Pohon Uang


‘Waktu terbaik untuk memulai menanam pohon adalah dua puluh tahun yang lalu sedangkan waktu terbaik berikutnya adalah hari ini.’

Membaca peribahasa ini terkadang memang terkesan klise. Kita selalu berpikir, waktu dapat ditunda semau kita. Karena masih banyak ‘hari ini’ yang akan datang esok hari. Sehingga tanpa terasa, dari hitungan hari, bulan, sampai dengan tahun. Saat sudah melewati hitungan tahun, baru kita akan sadar, mengapa kita begitu lama menunda nya.

Beberapa waktu lalu, dalam sebuah perbincangan dengan bos berlokasi toilet kantor saya sempat bertanya kepada beliau :

‘Mba, kayaknya pernah cerita yah sebelum married pernah coba investasi reksadana or something gituh. Beli produk investment gitu di mana yah?’

‘Oh, waktu itu aku beli di Trimegah. Perusahaan yang menjual produk reksadana. Hmmm.. tapi, kamu baca dulu deh bukunya Ligwina Hananto. Judulnya : Untuk Indonesia yang Kuat.'

‘Hmmm.. buku apa tuh mba?’

‘Yah, kalo mau invest dan mau coba langsung ke Trimegah juga ga papa. Di sana juga bagus. Tapi kalau aku saranin sih, kamu baca bukunya Ligwina dulu deh. Di sana bakal banyak dijelaskan gak cuma hal-hal tentang investasi. Tapi juga tujuan kenapa sih loe perlu investasi. Bukunya ringan kok. Nah, kalo mindset nya udah pas, baru deh coba beli produk investasi.’

‘Oh gitu yaaa. Oke deh nanti coba cari di Gramed.’

‘Pinjem aja punya aku. Besok dibawain deh.’

‘Oke.’

Hmmmm.. Tulisan saya kali ini rasa prediksikan bakalan sedikit lebih serius. Karena kita akan sama-sama ngomongin apa sih yang ada dibenak anak-anak muda sekarang akan yang namanya kehidupan di masa mendatang. Bukannya bermaksud untuk melakukan promosi terhadap buku ‘Untuk Indonesia yang Kuat : 100 Langkah untuk Tidak Miskin’ karangan Ligwina Hananto. Saya ingin sekedar share saja kepada teman-teman semua yang saya alami dan rasakan setelah saya selesai membaca buku ini.

Banyak pertanyaan dalam buku ini yang menggelitik saya untuk jadi lebih ingin tahu dan banyak mencari tahu apa sih investasi itu. Apa sih tujuan investasi? Apakah bisa, saya yang sekedar pegawai tetap sebuah perusahaan swasta ini ikut melakukan investasi? Kenapa sih, kita perlu memikirkan tujuan hidup kita sampai dengan kita pensiun? (*Booo, masih 29 tahun lagi deeehh. That would be long time yaaaa)
Sebuah ilustrasi cantik dalam buku ini

‘Kita golongan yang memiliki penghasilan pas setiap bulannya, pas buat beli starbucks tiap weekend, pas bisa belanja di Sogo, pas bisa nonton film box office tiap minggu. Tetapi kenyataannya kita sebagai golongan menengah (Golongan Pas) ini sering punya uang pas-pasan. Bulan ini bisa beli starbucks, tapi masih mikir buat punya tabungan bahkan investasi. Uang sejumlah 100 juta pun masih jauh rasanya. Padahal dengan semua gaya hidup tingkat tinggi yang kita miliki, harusnya hal tersebut bukanlah hal yang sulit. Atau jangan-jangan ternyata kita sebetulnya hanya golongan yang gaya di luar saja.’

Dari ilustrasi yang begitu dekat dengan pengalaman keseharian ini, saya jadi berpikir ulang.

‘Iya yaaa.. kalau bener karier gue bakal lurus mulus kayak jalan tol. Dan bisa pensiun sebagai Direktur atau bahkan Presiden Direktur. Pasti tabungan gue akan cukup banyak. Tapi gimana kalo kenaikan gaji gue per tahunnya hanya ngikutin kenaikan inflasi nasional (amit-amittttt). Apakah anak gue bakal bisa merasakan pendidikan yang dulu pernah gue dapatkan. Apalagi kalo sekarang lihat iuran bulanan sekolah adik gue. Dulu jaman SD kelas 4 iuran sekolah per bulan hanya 50ribu saja. Sekarang di lembaga yang sama, iuran per bulan adik gue yang sekarang kelas 4 SD adalah 700ribu. Ternyata nilai uang begitu cepatnya tidak memiliki arti.’

Membayangkannya saja, muncul kengerian yang mendalam dalam diri saya. Masih bisa gak yah gaya hidup saya yang sekarang ini dipertahankan sampai mungkin 10 atau 20 tahun mendatang. Bertahan bukan berarti selalu dalam kehidupan pas. Apalagi, ada keinginan untuk jadi enterpreuner di masa produktif.

Dari kengerian ini, respon pertama saya adalah menginformasikan beberapa teman saya yang dari dulu paling getol untuk mengingatkan dan mengajak saya untuk mulai berinvestasi. Teman-teman saya ini memang bukanlah para agen penjual produk investasi. Mereka semua sama seperti saya, karyawan di perusahaan swasta yang sedang menata karier dan cita-cita. Selama ini, saya selalu berkilah dengan bilang ‘gak ngerti apa itu investasi dan bagaimana caranya. Atau alasan klise bahwa saya ini perempuan dan investasi terdengar seperti kegiatan maskulin untuk kelompok laki-laki. Melalui pesan singkat, saya mengaku akhirnya saya menyadari besar dan pentingnya investasi. Bukan hanya sekedar mencari keuntungan dalam bentuk passive income, tapi yang lebih penting dengan berinvestasi saya punya harapan masih bisa mempertahankan gaya hidup saya sampai nanti saya masuk ke dalam usia non-produktif. Saat itu, saya bisa membeli starbucks saya sendiri tanpa harus ‘minta’ kepada anak saya atau bahkan cucu saya nantinya.

Setelah itu, saya langsung menghubungi sebuah lembaga Financial Planner untuk memberikan pengetahuan terpadu mengenai cara mengatur keuangan pribadi dan melakukan investasi. Saat pertama kali melakukan janji bertemu dengan para Financial Planner ini ada rasa bangga dalam diri saya. Bangga, bahwa di umur saya ini saya sudah punya kesadaran untuk belajar mengatur keuangan saya. Di tengah gaya hidup teman-teman yang masih senang menghabiskan uang pribadi bahkan sampai ke uang orang tua mereka, namun dengan aksi saya ini saya percaya satu langkah lebih maju dengan teman-teman saya. Paling tidak, satu langkah lebih maju menuju kemandirian financial.

Selain rasa bangga, awalnya bertemu dengan sang Financial Planner ada banyak asumsi saya akan profesi mereka. Yang saya bayangkan, Financial Planner itu pastinya nerd, kacamata tebal dengan laptop dan angka-angka yang jelimet, udah tua, dan semua stigma kejadulan lainnya. Nyatanya, saat bertemu dengan sang Financial Planner (Yudit Yunanto), betapa terkejutnya saya. Ngobrolin rencana keuangan bareng Mas Yudit berasa ngobrolin film box office terbaru yang lagi jadi trend. Bener-bener santai dan jelas. (*Walaupun pas pulang jadi cenat-cenut karena sadar selama ini gaya hidup boros bgt. :p)

Dengan beberapa kali pertemuan, saya merasa yakin dan siap untuk melakukan investasi. Ini karena saya yakin bahwa hidup di generasi modern sekarang ini harus kuat dan siap dengan modal bila ingin bertahan atau bahkan bersaing dalam kehidupan. Dan untuk teman-teman yang sekarang juga mulai tertarik dengan bentuk produk investasi, coba cari banyak info dulu deh sebelum memulai. Karena banyak banget agen penjual produk investasi yang cuma cari banyak untung dan dapat banyak point untuk mereka bisa jalan-jalan ke luar negeri, tanpa memikirkan kebutuhan dan tujuan hidup konsumen mereka.

Mumpung masih muda dan masih bisa, kita coba berinvestasi dari sekarang. Kalau kita sebagai generasi muda punya financial yang kuat, tentu akan membuat financial negeri kita tercinta, Indonesia ini semakin kuat. Mungkin, dalam setahun ke depan, saya akan akan bagikan kembali pengalaman berinvestasi sebagai pemula. Tunggu tulisan saya selanjutnya yaaaa…

Ayo, bersama untuk Indonesia yang kuat !!


*Tuh kan, Mba Ligwina ini ternyata masih muda dan cantik yaaaa. (Usia nya masih 30’an looh)