Monday, May 28, 2012

Riding The Change















It's time to proving all theory that I've been read. Semangat !!
Kalau hanya ketakutan dan mengeluh tanpa pernah ada sikap dan aksi sama ajah bohong.
Nikmati setiap perubahan selagi masih muda dan masih bisa. Itung2 buat jadi cerita ke anak cucu nanti pas udah uzur.
Gimana loe bisa bertahan dan berbuat lebih baik atas perubahan, kalo gak pernah mau ngerasain yg nama nya perubahan. Challenge your limit !
(Talk to myself on twitter, 2011)

Dalam durasi satu tahun terakhir banyak sekali perubahan besar dalam siklus hidup saya. Dari urusan pribadi sampai urusan pekerjaan. Ibarat kata pepatah, ‘hidup itu bagaikan sebuah roda, kadang di bawah kadang juga di atas’. Dan mungkin seperti itulah hidup saya sekarang, sedang berada dalam posisi di bawah

Semua gelombang perubahan besar ini berawal dari ketidakjelasan situasi yang menimpa urusan personal dan juga pekerjaan. Tahun 2010 yang diwarnai dengan banyak prestasi dan kesempatan mulai memasuki babak baru yang ternyata lebih gelap dari yang pernah berlalu. Ketidakjelasan akan sebuah hubungan yang harus berakhir menandai mulainya babak gelap itu. Masalah ini membuat saya berusaha struggling dari situasi yang ada dan menjaga agar masalah ini tidak berdampak kepada sisi kehidupan yang lain. Dan benar saja, mulai terlihat sedikit pencerahan di pertengahan 2011. Di saat sedang mencoba menikmati manis itu kembali dan menyeimbangkan dengan sisi kehidupan lain, yaitu keluarga dan pekerjaan, muncullah awan hitam lainnya. Kali ini ketidakjelasan muncul dalam pekerjaan saya. Perusahaan tempat saya bekerja mengalami merger oleh grup, banyak rekan yang mengundurkan diri termasuk departemen head kami. Adaptasi organisasi berdampak pada ketidakjelasan target dan proses pekerjaan yang harus saya lakukan.

Jujur, saya sempat putus asa atas situasi seperti ini. Walau sudah pernah membaca buku “Who Move My Cheese” yang berisir mengenai Change Management , tetap saja perubahan ini tidak menjadi lebih mudah untuk saya. Awalnya saya sangat optimis dengan perubahan yang terjadi. Kapan lagi dapat menjadi saksi sejarah dan mengalami langsung kisah perubahan sebuah organisasi besar. Namun, yang terjadi sesungguhnya tidak semudah yang tertuang dalam banyak buku mengenai Change Management  yang banyak dijual di toko-toko buku. Organisasi berubah menjadi lebih lambat. Ketiadaan kepemimpinan menjadikan kami seperti ayam tanpa induknya. Saya dan teman-teman yang berfungsi menjaga regulasi perusahaan berubah bagai singa tanpa taring. Yang membuat saya makin frustasi adalah tidak adanya kejelasan dalam penentuan target kerja. Mau ke kanan, ke kiri, atau maju? Sama sekali tidak ada arahan. Sebagai seorang yang pekerja keras, penentuan target menjadi suatu hal yang penting untuk saya. Adanya target mempermudah saya untuk menentukan dan mencapai apa yang saya cita-citakan. Dan bukannya hanya terpekur diam tanpa aksi. Sudah puluhan kali mencoba menggali dan mencari ide dan menawarkan kepada organisasi. Namun puluhan kali pula akhirnya saya hanya gigit jari. Saking putus asanya saya sempat menulis sebuah umpatan yang kepada diri sendiri,

‘2012, Tahun tanpa goal setting. Hidup segan disuruh mati ogah.’

Entah apa yang ada di pikiran saya saat itu. Mungkin rasa kesal saya terhadap situasi mencapai level tertinggi. Yahh… Jujur, memang tahun 2012 ini saya gak punya plan apa-apa. Kalau ditanya, apa rencana saya tahun ini. Saya akan jawab dengan jujur, ”Gak Ada.”  Yaaa..  karena memang gak ada rencana pencapaian apa-apa di tahun ini. Terdengar aneh memang, namun itulah yang terjadi.

Di awal saat gelombang perubahan itu datang saya menjadi sangat optimis dan bekerja sangat keras untuk lebih memahami situasi dan mencapai apa yang menjadi target selanjutnya. Namun, ternyata semua itu menjadi sulit, karena ternyata perubahan situasi yang tejadi membuat semuanya kembali ke titik nol. Ibarat mengikuti lomba pacu kuda, saya sebagai joki ingin kuda saya berlari 100 km/jam, tapi ternyata kuda yang saya tumpangi hanya berjalan dalam kecepatan maksimal 40 km/jam. Saat saya memacu kuda lebih cepat berlari, saya hanya mendapat tolakan dari sang kuda yang sekarang lelah berlari dan ingin berjalan santai. Dan akhirnya keinginan berlari saya ini hanya menjadi sebuah keinginan belaka saja. Semakin cepat saya memacu sang kuda berlari kecang membuat saya semakin cepat terjatuh. Sehingga jawaban, “Gak ada rencana pencapaian apa-apa” yang saya lontarkan, rasanya cukup pas dan menenangkan buat saya. Ternyata sekedar menahan keinginan berlari dan mengikuti ritme sang kuda, membuat saya jauh lebih menikmati hidup saya. Mungkin, memang sekarang saatnya saya menikmati jalan santai saya bersama sang kuda atau memilih mencari dan mendapatkan kuda baru yang memiliki kecepatan yang saya harapakan? Entahlah, mari menikmati saja apa yang terjadi, karena, Kalaupun benar saya pejalan yang lambat, tetapi saya tidak akan berjalan mundur” (@ais_training on twitter, May 7th)