Friday, February 13, 2009

Sentuhan Kasih di Tengah Dinginnya Malam

Semenjak bekerja di sebuah kantor konsultan, menjadi suatu rutinitas di mana aku pulang larut malam akibat pekerjaan yang tak kunjung selesai. Namun, di bulan-bulan terakhir ini, menjadi satu hal yang tidak menyenangkan karena hampir setiap malam hujan membasahi ibu kota. Dan tentu saja, hujan juga diiringi oleh dinginnya angin malam yang cukup menusuk tulang yang ada di tubuhku ini.

Di tengah gelap dan dinginnya malam itu, aku berjalan sambil berusaha menyembunyikan tubuhku serapat mungkin dalam balutan jaket tebal dan syalku yang kupikir dapat sedikit menghangatkan tubuhku ini.

Lalu dalam sebuah persimpangan jalan, aku menunggu sebuah angkutan hijau yang biasa membawaku dalam hitungan detik..menit..bahkan jam...Malam itu, memang masih terlihat ramai dan bus yang kutumpangi pun masih ramai dibanjiri penumpang. Tak terasa menit berlalu, dan kami pun sampai di persimpangan Megaria dan busku pun melaju ke arah sebuah rumah sakit yang namanya dijadikan sebuah lagu " Saint Carolus"

Di tengah padatnya jalan malam itu, naik seorang gadis yang aku rasa berumur 13-15 tahun naik ke dalam bus kami dengan membawa sebuah gitar kecil.

"Uhmm..Gadis yang kemarin lagi", kataku dalam hati.

Yah...kemarin persis saat aku naik bus yang sama, aku melihat gadis ini bersenandung satu lagu yang menurutku agak kurang sopan diperdengarkan di depan umum.

"Satu pasangan tak cukup..
Dua simpanan juga tak cukup..
memang dasar..Emang dasar...
Dasar Eh Kamu BAJINGAN.."

"Kamu mau apa lagi..
kamu mau yang gimana lagi..
Memang dasar..emang dasar..
Dasar eh kamu BAJINGAN.."

Dari segi suara, memang gadis ini bisa dibilang bagus dengan teknik cengkok dangdutnya yang lumayan dibandingkan dengan artis-artis ibukota, namun aku agak kurang setuju bila diumurnya yang masih bau kencur itu, dia sudah berani menyanyikan lagu-lagu yang isinya sangat kasar menurutku.

Maka, aku pun memutuskan untuk hanya memberikan senyuman saat dia sampai di depanku dan mencoba mengumpulkan uang dariku.Uhhmmm...oke then...Gadis itu turun dari Bus kami.

Dinginnya angin malam membuatku sedikit mengantuk...dan aku berusaha memejamkan mataku untuk mengistirahatkan sebentar tubuhku yang cukup lelah ini.
Tak lama aku mengistirahatkan mata dan pikiranku, naiklah 4 orang anak laki-laki yang masih semangat di tengah dinginnya malam.

"Uhmm..Pengamen lain lagi" pikirku.

Dua dari mereka membawa gitar kecil dan sebuah jembe kecil..Wow..walau masih kecil mereka cukup punya modal menjalani kegiatan ini.

Dengan Penuh semangat mereka menyanyikan dua buah lagi dengan penuh semangat. Dari segi kualitas suara tentunya Gadis sebelumnya lebih berbobot, namun dari segi usaha menarik perhatian penumpang, mereka memang jagonya.

Bagaimana tidak, mereka masih kecil..yah, berumur sekita 6-8 tahun dan dari tingkah polahnya mereka sangat atraktif. Yah..ini terlihat dari para penumpang yang memasang wajah simpati kepada anak-anak itu.
Namu, saat itu aku pun memutuskan untuk tidak memberikan sepeser pun kepada mereka. Karena menurutku akan menjadi suatu tindak pembodohan bagi mereka. Bagaimana tidak, dari segi penampilan, mereka masih bisa memakai baju dengan gambar karakter-karakter kartun yang sekarang ini sedang terkenal ditambah dengan kepemilikan gitar dan jembe kecil yang aku rasa harganya tidaklah murah.

Setelah anak-anak itu turun dari bus kami, baru seratus meter sudah naik lagi pengamen yang ketiga. Dan kali ini makin membuatku tecengang. Bagaimana tidak, yang naik adalah seorang pria yang aku rasa berumur 35 tahun, berpostur kurus tinggi, berkulit putih bersih dan berkaca mata.

"Wuah..keterlaluan sekali"kataku dalam hati.

Laki-laki itu atau lebih tepatnya bapak itu memulai aksinya dalam menyanyi. Namun, suranya sangat kecil dan terdengar seperti berbisik. Dia bernyanyi sambil bertepuk tangan. Itu pun tepukan tangannya sangat lemah dan tak terdengar sama sekali.
Wuah, aku pesimis sekali pengamen yang satu ini akan dapat merebut perhatian dan belas kasih para penumpang. Bagaimana tidak, dia terlihat kurang berusaha dengan suaranya yang sangat lirih dan lemas.

Aku mencoba memperhatikan pengamen itu dan mencoba menebak apa yang membuat dia mengamen. Bukankah dia masih sehat dan bisa mencari pekerjaan lain yang lebih menghasilkan uang.

Dalam diamku memperhatikannya, tiba-tiba aku lihat matanya berkaca dan terlihat menahan tangis dalam hati. Yah.. aku bisa merasakan kesedihan dalam matanya yang sedang menerawang langit-langit bus kami.

Lalu, kuperhatikan lebih lekat lagi, tubuhnya sangat kurus dan terlihat tulang-tulangnya deangn jelas. Bibirnya pun pucat seperti belum makan seharian ini. Lalu kulihat kantung celananya tipis tak berisikan uang receh hasil mengamen.

Aku benar-benar bisa melihat kelelahan dan kesedihan di matanya. Aku membayangkan dia adalah salah satu korban PHk yang sedang marak terjadi dan harus tetap bertahan hidup dengan mengamen walaupun harus menurunkan harga dirinya.
Terlihat benar, bahwa dia tidak biasa mengamen dan sangat lapar malam itu.
Pikiranku langsung melayang membayangkan bagaimana bila ayahku yang berada dalam posisi laki-laki itu. Dan melihat matanya, tiba-tiba aku pun ikut sedih dan ingin menangis. Sungguh sangat menyakitkan hati melihatnya.

Lalu benar saja, para penumpang tak terlihat antusias dan tertarik dengan aksinya malam itu. Namun, perasaan kasih dalam hatiku sangat dalam melihat kesedihan di matanya. Untuk itu, ku coba sedikit membantunya dengan memberikan selembar uang seribu yang mungkin dapat membantunya untuk membeli sedikit makanan di malam yang dingin ini.

No comments: