‘Family is the one who cares and dry your tears’
Dalam sebuah perjalanan menuju kota Klaten, Jawa Tengah, saya tiba-tiba teringat kejadian kurang lebih 3 bulan yang lalu. Saat itu, saya terdampar di atas sebuah ranjang di ruang Rumah Sakit. Tidak tanggung-tanggung untuk kali ini demam berdarah dan typus menyerang saya dan berhasil membuat ambruk seluruh badan ini. Kurang lebihnya 8 hari saya harus terdampar di ruang 4 x 8 meter itu, sendiri.
Delapan hari terdampar sendiri bukan merupakan hal yang menyenangkan bagi saya. Delapan hari itu terasa berjalan amat lama. Mungkin delapan hari akan menjadi terasa sangat singka bila saya pakai untuk pergi berlibur. Dalam delapan hari ini saya merasakan banyak hal yang sungguh menggugah rasa hati saya.
Hari pertama saya terbaring di ruang UGD dan melalui hasil tes darah, diputuskan bahwa saya harus rawat inap, orang yang pertama kali paling repot adalah mama. Beliau langsung sigap menelepon kakak-kakak saya serta beberapa keluarga yang tinggal di Jakarta. Berita masuknya saya di Rumah Sakit dalam waktu kurang lebihnya 90 menit sudah tersebar merata hingga keluarga besar, bahkan yang tinggal di luar kota. Sebuah gerakan yang luar biasa. Terakhir kali saya melihat mama sangat sibuk dengan telepon selularnya memberikan kabar, pada saat kakak kedua saya akan menikah. Masih jelas dalam ingatan saya, bagaimana mama sangat bersemangat mengabarkan seluruh keluarga besar dari sabang sampai merauke, bahwa anak kedua nya akan dinikahi oleh laki-laki pilihannya. Dan ternyata semangat yang sama, terpancar saat beliau menyampaikan berita yang sebenarnya kurang baik dan mungkin kurang penting juga untuk keluarga besar saya. Namun, ternyata berita baik maupun buruk memiliki nilai yang sama di mata mama. Menurut beliau, makin banyak orang yang dikabari, akan makin banyak pula yang akan mendoakan saya untuk dapat segera sembuh dari penyakit yang bertengger dalam tubuh ini.
Sebuah jawaban yang simple dan sangat menggugah rasa dalam hati saya. Memang sih, dari yang dikabari, hanya keluarga yang ada di Jakarta saja yang akhirnya menjenguk saya. Berbeda saat hajatan kakak, di mana semua keluarga berkumpul ke Jakarta untuk memberikan restu. Namun, efeknya ternyata luar biasa. Semangat dan doa yang diberikan selama terdampar delapan hari menambah rasa semangat yang tinggi untuk segera sembuh dalam hati saya.
Selain itu, dalam rentang delapan hari itu, selain keluarga banyak juga rekan, sahabat, kenalan yang datang melihat kondisi saya. Sempat saya merasa, bagai benda museum yang menjadi tontonan orang-orang yang datang mengunjungi saya. Bagaimana tidak, saat mereka datang saya hanya dapat terbaring lemas tanpa daya di atas ranjang serba putih itu. Memang, dengan ramainya kehadiran mereka harusnya saya merasa kesal karena menjadi tidak nyenyak beristirahat. Namun, lewat setiap kehadiran dan senyuman yang hadir selama delapan hari itu, saya menemukan semangat dan yang terpenting adalah, saya merasa terberkati karena banyak cinta yang diberikan kepada saya. Itu menandakan, bahwa kehadiran saya selama ini ternyata setidaknya membawa arti dalam kehidupan mereka. Dan itu membuat saya semakin bersemangat untuk kembali sehat dan menjalani hidup ini dengan lebih baik.
No comments:
Post a Comment