It's time to proving all theory that I've been read. Semangat !!
Kalau hanya ketakutan dan mengeluh tanpa pernah
ada sikap dan aksi sama ajah bohong.
Nikmati setiap perubahan selagi masih muda dan
masih bisa. Itung2 buat jadi cerita ke anak cucu nanti pas udah uzur.
Gimana loe bisa bertahan dan berbuat lebih baik
atas perubahan, kalo gak pernah mau ngerasain yg nama nya perubahan. Challenge
your limit !
(Talk to myself on twitter, 2011)
Dalam durasi satu
tahun terakhir banyak sekali perubahan besar dalam siklus hidup saya. Dari
urusan pribadi sampai urusan pekerjaan. Ibarat kata pepatah, ‘hidup itu
bagaikan sebuah roda, kadang di bawah kadang juga di atas’. Dan mungkin seperti
itulah hidup saya sekarang, sedang berada dalam posisi di bawah
Semua gelombang perubahan
besar ini berawal dari ketidakjelasan situasi yang menimpa urusan personal dan
juga pekerjaan. Tahun 2010 yang diwarnai dengan banyak prestasi dan kesempatan
mulai memasuki babak baru yang ternyata lebih gelap dari yang pernah berlalu.
Ketidakjelasan akan sebuah hubungan yang harus berakhir menandai mulainya babak
gelap itu. Masalah ini membuat saya berusaha struggling dari situasi yang ada dan menjaga agar masalah ini tidak
berdampak kepada sisi kehidupan yang lain. Dan benar saja, mulai terlihat
sedikit pencerahan di pertengahan 2011. Di saat sedang mencoba menikmati manis
itu kembali dan menyeimbangkan dengan sisi kehidupan lain, yaitu keluarga dan
pekerjaan, muncullah awan hitam lainnya. Kali ini ketidakjelasan muncul dalam
pekerjaan saya. Perusahaan tempat saya bekerja mengalami merger oleh grup, banyak
rekan yang mengundurkan diri termasuk departemen head kami. Adaptasi organisasi
berdampak pada ketidakjelasan target dan proses pekerjaan yang harus saya
lakukan.
Jujur, saya sempat
putus asa atas situasi seperti ini. Walau sudah pernah membaca buku “Who Move My Cheese” yang berisir
mengenai Change Management , tetap
saja perubahan ini tidak menjadi lebih mudah untuk saya. Awalnya saya sangat
optimis dengan perubahan yang terjadi. Kapan lagi dapat menjadi saksi sejarah
dan mengalami langsung kisah perubahan sebuah organisasi besar. Namun, yang
terjadi sesungguhnya tidak semudah yang tertuang dalam banyak buku mengenai Change Management yang banyak dijual di toko-toko buku. Organisasi
berubah menjadi lebih lambat. Ketiadaan kepemimpinan menjadikan kami seperti
ayam tanpa induknya. Saya dan teman-teman yang berfungsi menjaga regulasi
perusahaan berubah bagai singa tanpa taring. Yang membuat saya makin frustasi
adalah tidak adanya kejelasan dalam penentuan target kerja. Mau ke kanan, ke
kiri, atau maju? Sama sekali tidak ada arahan. Sebagai seorang yang pekerja
keras, penentuan target menjadi suatu hal yang penting untuk saya. Adanya
target mempermudah saya untuk menentukan dan mencapai apa yang saya
cita-citakan. Dan bukannya hanya terpekur diam tanpa aksi. Sudah puluhan kali
mencoba menggali dan mencari ide dan menawarkan kepada organisasi. Namun
puluhan kali pula akhirnya saya hanya gigit jari. Saking putus asanya saya
sempat menulis sebuah umpatan yang kepada diri sendiri,
‘2012, Tahun tanpa goal setting. Hidup segan
disuruh mati ogah.’
Entah apa yang
ada di pikiran saya saat itu. Mungkin rasa kesal saya terhadap situasi mencapai
level tertinggi. Yahh… Jujur, memang tahun 2012 ini saya gak punya plan apa-apa. Kalau ditanya, apa rencana
saya tahun ini. Saya akan jawab dengan jujur, ”Gak Ada.” Yaaa.. karena memang gak ada rencana pencapaian
apa-apa di tahun ini. Terdengar aneh memang, namun itulah yang terjadi.
Di awal saat
gelombang perubahan itu datang saya menjadi sangat optimis dan bekerja sangat
keras untuk lebih memahami situasi dan mencapai apa yang menjadi target
selanjutnya. Namun, ternyata semua itu menjadi sulit, karena ternyata perubahan
situasi yang tejadi membuat semuanya kembali ke titik nol. Ibarat mengikuti
lomba pacu kuda, saya sebagai joki ingin kuda saya berlari 100 km/jam, tapi
ternyata kuda yang saya tumpangi hanya berjalan dalam kecepatan maksimal 40
km/jam. Saat saya memacu kuda lebih cepat berlari, saya hanya mendapat tolakan
dari sang kuda yang sekarang lelah berlari dan ingin berjalan santai. Dan
akhirnya keinginan berlari saya ini hanya menjadi sebuah keinginan belaka saja.
Semakin cepat saya memacu sang kuda berlari kecang membuat saya semakin cepat
terjatuh. Sehingga jawaban, “Gak ada rencana pencapaian apa-apa” yang saya
lontarkan, rasanya cukup pas dan menenangkan buat saya. Ternyata sekedar
menahan keinginan berlari dan mengikuti ritme sang kuda, membuat saya jauh
lebih menikmati hidup saya. Mungkin, memang sekarang saatnya saya menikmati
jalan santai saya bersama sang kuda atau memilih mencari dan mendapatkan kuda
baru yang memiliki kecepatan yang saya harapakan? Entahlah, mari menikmati saja
apa yang terjadi, karena, “Kalaupun benar
saya pejalan yang lambat, tetapi saya tidak akan berjalan mundur”
(@ais_training on twitter, May 7th)